Tadarus Al-Qur'an hari ke delapan belas di Bulan Ramadhan

Prokompim, (30 April 2021)
Bertempat di Pendopo Purwakarta, Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Ir. H. Agus Rachlan Suherlan, MM., beserta ASN di Lingkungan Pemkab Purwakarta mengikuti Tadarus Al-Qur'an hari ke delapan belas di Bulan Ramadhan.

Tadarus Al-Qur'an bersama ini dipimpin oleh Ustadz Ahmad Munajat, serta Kultum yang disampaikan oleh Ustadz H. Deden Anwar Fauzi, M.Pd. Beliau menceritakan sahabat Rasulullaah SAW jaman dahulu yang bernama Zahid berumur 35 tahun namun belum juga menikah. 

Zahid tinggal di Suffah masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam, lalu berkata “Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa. Zahid pun kaget dan menjawabnya “Allah bersamaku ya Rasulullah".

“Maksudku, kenapa selama ini engkau membujang saja? apakah engkau tidak ingin menikah?” kata Rasulullaah SAW. “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah?” Zahid menjawab. ”Asal engkau mau, itu urusan yang mudah!” kata Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik. Akhirnya, surat itu dibawa ke rumah Zahid, dan oleh Zahid dibawa kerumah Said. Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut sambil berkata “Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia diberikan untukmu saudaraku". Said menjawab “Adalah suatu kehormatan buatku". Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan, dan yang kaya harus menikah dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong.”
Dalam suasana yang seperti itu, Zulfah anaknya Said pun datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini. Bukankah lebih baik disuruh masuk?”
Said menjawab, “Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya". Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah!” dan Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak". Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama rasul?”
Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”
Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini perintah Rasulullah, kalau begitu segerakan aku menikah dengan pemuda ini". 

Karena ingat firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 51 yang artinya "Sesungguhnya hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak/dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara diantara mereka, mereka berkata "Kami mendengar, dan kami taat". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada tara dan segera pamit pulang. Sesampai di masjid, ia bersujud syukur. Rasulullaah pun tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya, lalu berkata “Bagaimana Zahid?”
“Alhamdulillah diterima ya Rasul,” jawab Zahid. “Sudah ada persiapan?” tanya Rasul. Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa". Akhirnya Rasulullah SAW menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bin Auf. Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.

Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”
Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”
Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan kubelikan kuda yang terbagus". Lalu para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”
Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin” Lalu Zahid mengucapkan QS. At-taubah ayat 24 yang artinya "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,  saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan/perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik".

Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan pertempuran dan mati syahid di jalan Allah. Rasulullah  SAW berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah". Lalu Rasulullah SAW membacakan QS. Ali-Imran ayat 169-170 yang artinya "Dan jangan sesekali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan mereka bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada dan mereka tidak bersedih hati".

Lalu membacakan QS. Al-Baqarah ayat 154 yang artinya "Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, (mereka) telah mati. (Sebenarnya) mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya".

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”

Diharapkan kita semua dapat meneladani kisah Zahid dan Said, dimana mereka patuh/taat serta lebih mencintai Allah daripada pasangannya.

Komentar